Sabtu, 11 April 2015

SIAPA MENGUASAI INFORMASI – DIA MENGUASAI DUNIA
(catatan singkat bagi mereka yang ingin menjadi penulis/wartawan) 

ALVIN TOFFLER, seorang ahli peramal masa depan (futurolog) telah membagi gelombang peradaban manusia atas tiga yaitu zaman atau peradaban pertanian, peradaban industri dan peradaban informasi.

Saat ini, kita sedang berada pada peradaban informasi yang ditandai antara lain dengan kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi yang mendorong deurbanisasi.

Peradaban Gelombang Ketiga yang mulai “dirasuki” arus teknologi komunikasi, memungkinkan umat manusia secara cepat menerima, mengelola, menyimpan, mengambil kembali dan mendistribusikan/mendiseminasi informasi kepada sesama manusia.

Sebuah pameo : ”Siapa yang menguasai informasi maka dia akan menguasai dunia” sudah bukan merupakan slogan hampa namun telah menjadi kenyataan. Informasi sudah dianggap sebagai “power” yang diartikan sebagai “kekuatan” dan “kekuasaan”.

Siapa yang menguasai informasi, dia memiliki kekuatan dan kekuasaan sebaliknya, siapa yang tidak memiliki akses informasi, maka dia menjadi miskin atau menghadapi “kemiskinan informasi”.

Presiden terpilih Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Barack Obama telah membuktikan hal itu. Dia menang secara meyakinkan pada pesta demokrasi pemilihan umum Presiden AS karena dia (bersama tim sukses) mampu menguasai dan memanfaatkan informasi.

Pertanyaan cerdas adalah: Apakah anda dan saya, mau atau tidak mau menjadi kaya informasi? Saya berkeyakinan bahwa, anda dan saya mau, karena itu harus dipersiapkan sesuatu untuk mendapatkan kekayaan, kekuatan dan kekuasaan dengan cara: merebut pengetahuan tentang (teknologi) informasi dan ketrampilan memanfaatkan (teknologi) informasi secara profesional.

Bagaimana caranya..? Salah satu di antara sekian banyak cara untuk “menguasai informasi” adalah menjadi seorang komunikator-penulis yang profesional, apakah penulis di media massa dengan menjadi seorang wartawan/jurnalis ataukah menjadi penulis lepas (kolumnis) di media massa cetak maupun elektronik.

Secara khusus, saya memberikan beberapa pokok pemikiran seputar pekerjaan seorang wartawan (jurnalis).

Sebagai seorang penulis (wartawan) profesional, kelengkapan yang harus dimiliki adalah kemampuan asli : berbakat, berwawasan, terdidik dan terlatih, karakter pribadi dan kemampuan teknis.

Pekerjaan menulis sebagai seorang wartawan menuntut suatu keahlian (profesionalisme).

Profesionalisme jurnalistik sekarang berbeda dengan dahulu. Tempo doeloe, wartawan dianggap sebagai seorang universalis. Dia tahu sedikit-sedikit hal dari banyak persoalan. Karena jumlah “orang pintar” masih sedikit, apalagi belum ada diferensiasi pekerjaan dan keahlian maka wartawan menjadi pusat informasi banyak orang. Dia pun semacam “intel dan reserse” pembantu polisi.

Namun sekarang, pada zaman ini dan yang akan datang telah dan akan terjadi kemajuan masyarakat yang menggambarkan proses diferensiasi yang intensif dan di semua bidang sudah terdapat tenaga terdidik.

Kenyataan menunjukkan bahwa pengalaman perkembangan masyarakat (termasuk dunia ilmu pengetahuan dan teknologi) lebih maju dari wartawannya sehingga di kalangan wartawan sendiri pun mulai merasa kurang berkompeten, misalnya dalam bidang sosial-ekonomi, ilmu pengetahuan, bahkan pengkoveran masalah-masalah sosial-politik secara lebih komprehensif.

Setelah masyarakat berkembang semakin terdiferensiasi atas pekerjaan, setelah media massa berkembang ke arah yang lebih profesional dengan penggunaan teknologi yang tinggi, maka wartawan masa kini dan masa datang tidak lagi sekedar seorang yang berbekalkan, bolpoint/pena, sebuah notes, membaca koran sendiri, berbaju rompi, bersepatu “eagle”, menghadang seorang pejabat di pintu keluar untuk diwawancarai, tetapi dia seorang jurnalis profesional yang di dalam kepalanya berisi ilmu pengetahuan yang memadai sesuai perkembangan zaman, dan dari mulut dan hatinya keluar pertanyaan yang cerdas sebagai seorang bijak yang mempersoalkan nuansa tanda-tanda zaman yang dialami masyarakatnya dan dari tangannya menulis sesuatu yang bermakna konstruktif bagi pembangunan manusia lainnya, dan menggabungkan seluruh kiatnya untuk menggunakan teknologi ke arah percepatan penyebarluasan informasi secara bebas, adil, benar dan empaty dilandasi cinta kasih.

Wartawan menjadi komunikator di antara kelompok-kelompok masyarakat yang majemuk, menjadi penggerak dan “pengecam” ketidakadilan, suatu tugas yang amat kompleks.

Wartawan menjadi pendorong perubahan, pengontrol jalannya pembangunan serta penyalur aspirasi rakyat yang miskin, tertindas dan terpinggirkan.

“Option for the poor” harus menjadi pilihan utama dalam setiap sepakterjang penulisan berita atau opini.

Seseorang menjadi wartawan-pada umumnya-karena idealisme. Dan yang melekat erat pada idealisme adalah kebebasan menyatakan pendapat secara bertanggungjawab. Jika kebebasan terganggu maka idealisme wartawan pun dirugikan. Tetapi celakanya, sebagian besar wartawan menjadikan idealisme itu secara berlebihan untuk mendapatkan kebebasan menyatakan pendapatnya sebebas karakter penampilannya.

Pertanyaan kritis adalah: Wartawan profesional seperti apa yang didambakan di Tanah Papua memasuki tahun 2009..?

Bagaimana menumbuhkan minat “menulis” di kalangan remaja dan pemuda..?

Jawabannya, adalah: Memanfaatkan majalah dinding oleh mereka yang masih duduk di bangku SMP hingga SMU atau memanfaatkan media ilmiah kampus oleh mereka yang berada di pergurun tinggi. Jika kita sudah terbiasa menulis di majalah dinding sejak masih di SMP/SMU/SMK maka kebiasaan itu akan terbawa hingga kita berada di kampus perguruan tinggi dan seterusnya ketika sudah meninggalkan perguruan tinggi dan berada di lapangan pekerjaan masing-masing.

Bagi rekan-rekan yang masih remaja, biasakan dirimu menulis surat, baik melalui SMS (pesan singkat) maupun email/internet. Dengan cara ini, kita terbiasa mengutarakan pikiran kita kepada orang lain secara teratur dan terstruktur dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Mulailah dari hal-hal yang kecil dan sederhana seperti itu, jangan anggap remeh dengan majalah dinding di sekolah, atau SMS atau surat-surat elektronik karena media inilah yang akan menghantar kita menjadi penulis yang profesional dikemudian hari.

Kita sudah terbiasa dengan sastra lisan, terbiasa berceritera (secara lisan) dengan sahabat, orangtua dan sanak saudara setiap hari dan dimanapun kita berada. Kebiasaan berceritera secara lisan itu diupayakan untuk ditulis/dituangkan dalam bentuk tulisan sehingga secara perlahan-lahan kita terbiasa melahirkan pikiran-pikiran kita yang cerdas dalam bentuk tulisan yang bermutu.

Kita menjadi besar harus dimulai dari hal-hal yang dianggap kecil, sepele dan sederhana. Penulis-penulis atau wartawan-wartawan ternama di dunia dari abad-abad telah membuktikan bahwa mereka menjadi penulis terkenal karena ketika masih kecil/semasa remaja, mereka sudah berlatih menulis, mengungkapkan pikiran/gagasan pribadi melalui tulisan yang kecil dan sederhana.

Anda ingin menjadi penulis ternama dari Tanah Papua? Mulailah mengungkapkan pikiran-pikiran sederhanamu melalui tulisan yang sederhana dan lakukanlah semua itu dengan penuh kesadaran, hati yang damai dan terus-menerus tanpa henti. Dan akan tiba waktunya, anda akan menjadi penulis/wartawan ternama, penulis/wartawan yang profesional dengan berpijak di atas empat pilar jurnalisme yaitu: Kebebasan, Kebenaran, Keadilan dan Cinta kasih. (BK)

0 komentar:

Posting Komentar