Jumat, 03 April 2015

Seorang perempuan Papua-Batak menjadi pengumpul dan pendaur ulang sampah.



Mencari sosok calon anggota legislatif (caleg) ini tidak susah. Bila ingin bertemu dengannya, datang saja ke Stadion Mandala, Kota Jayapura pada pagi hari. Apalagi sehari sesudah tim kebanggaan orang Papua, Persipura Jayapura, bertanding. Pasti stadion akan banyak meninggalkan sampah.

Dengan bercelana pendek, kaus oblong Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), topi partai, serta membawa karung plastik, Mariana Imelda Kabey (42) mulai menjalankan aksi memungut sampah plastik.

Mobil pikap bekas dengan gambar dirinya setia mendampingi. “Saya gemas sekali kalau melihat sampah, terutama kalau itu sampah plastik. Apalagi di Kota Jayapura pas hujan itu sampah di jalan banyak sekali,” ujar Butet, sapaan akrabnya, saat SH memergokinya sedang asyik memungut sampah di jalan.

Kegemasannya akan sampah membuat orang-orang terdekatnya dibuat geleng-geleng kepala oleh ulah Butet ini. “Pernah waktu kami mau jalan sosialisasi kampanye di Muara Tami, pas di jalan, Ma Utet (sapaan akrabnya-red) melihat ada tumpukan sampah plastik di jalan.

Dia langsung menyuruh kami stop mobil. Pas turun langsung, de (dia-red) ambil karung plastik baru mulai angkat itu sampah. Kitorang (kita-red) mau marah, tapi macam tidak bisa begitu,” ujar Fibra kerabat dekatnya.

Sang ayah, John Kabey, juga sempat gusar dengan ulah putrinya itu, sebab belakang rumah mereka sudah penuh dengan tumpukan sampah plastik.

Berawal dari Bekasi
Perempuan peranakan Papua-Batak ini mengaku awal ketertarikannya akan sampah bermula dari kepeduliannya akan lingkungan Kota Jayapura, yang mulai sarat sampah plastik dan belum ada kepedulian dari warga untuk memungut sampah. Saat di Bekasi, ia melihat orang mendaur ulang sampah plastik.

“Kemudian waktu saya buka kafe yang lokasinya di tepian laut Teluk Humbolt, saya melihat di kafe banyak sekali sampah plastik dari botol air mineral. Dari tumpukan sampah plastik itulah saya berpikir bagaimana kita mendaur ulang plastik itu. Saya juga browsing di internet dan saya melihat di Kota Solo pertama kali ada yang namanya bank sampah,” tuturnya.

Otaknya mulai berpikir. Tumpukan sampah itu bisa menghasilkan uang dan membuka lapangan pekerjaan untuk orang-orang di sekitar rumahnya.

Kegusaran hatinya mulai timbul lagi saat melihat anak-anak kecil memungut sampah. Dari pengakuan para bocah ini, sampah botol mineral ini dicuci ulang lagi untuk dijadikan tempat air kemasan isi ulang. Tentunya hal ini sangat tidak higienis. “Jadi saya bilang ke mereka, ‘Daripada kalian kasih ke orang lain yang membuat tidak betul, mending jual ke saya saja’,” ucapnya.

Saat ditanya apakah hobi memungut sampahnya itu dijadikan “nilai jual” agar lolos sebagai anggota legislatif Kota Jayapura Dapil Heram dan Muara Tami dengan nomor urut enam, Butet menampik.

“Tidak. Itu karena saya sudah melakukan hal ini sebelum mencalonkan diri jadi caleg. Jadi, sebenarnya tidak ada hubungan,” tuturnya.

Ia menyebut upayanya mendaur ulang sampah adalah proyek idealisme. “Saya warga kota dan ingin melihat kota yang kami tinggal ini bersih,” katanya.

Sementara itu, soal keinginannya untuk maju menjadi caleg DPRD Kota Jayapura, didorong ketertarikannya dengan dunia pendidikan.

“Jadi, saya ingin mengawinkan bank sampah dengan dunia pendidikan. Artinya, mengajarkan anak-anak untuk mencintai lingkungan dimulai dari sekolah dengan bank sampah ini. Bahkan, saya sudah membuat MoU dengan SMK Kota Jayapura dan juga membuat MoU dengan SMA 5 Angkasapura untuk aksi bank sampah ini,” ujarnya.

Ia mengisahkan pengalamannya saat mengunjungi mama-mama asli Papua pedagang pinang dan pemungut sampah plastik yang biasa berjualan di seputaran Pantai Base G.

Rupanya, mama-mama sempat khawatir bila si Butet terpilih menjadi caleg dan tidak lagi peduli akan sampah plastik ini.

“Ada mama-mama juga yang tanya, nanti kalau saya terpilih jadi caleg, su tra mau urus sampah kah? (sudah tidak mau mengurus sampah-red). Saya katakan kepada mereka, saya punya karyawan dan mereka perlu makan. Jadi kalau saya berhenti dari urus sampah, mereka tidak akan makan. Jadi jangan takut,” ujarnya.

Dukungan Keluarga
Saat disinggung berapa dana kampanye yang sudah dihabiskan, Butet mengaku tak tahu karena semua ditangani sang kakak. “Dukungan keluarga sangat kuat untuk saya. Untuk urusan keuangan, kakak saya yang mengatur. Saya tidak punya bisnis apa-apa, hanya sebuah kafe yang sudah saya kontrakan dan bisnis daur sampah ini saja,” tuturnya.

Ketertarikannya menjadi caleg berawal dari aktivitasnya di LSM Matahari Papua yang ia dirikan. LSM ini lebih banyak bergerak pada dunia pendidikan dan kesehatan.

Selama ini ia melihat kegiatan LSM pergi ke daerah-daerah terpencil yang sangat sulit dijangkau. Ia melihat ada yang salah dalam sistem. “Jadi, coba kita masuk untuk bagaimana memperbaiki itu, sebab tidak ada sistem yang dibuat untuk merugikan orang, hanya manusianya yang bobrok. Karena itu, tidak ada jalan lain. Saya harus masuk di kursi gedung rakyat,” ucapnya.

Ia memberikan contoh di Kampung Yeti yang akses jalannya bagus, tetapi sekolahnya tidak ada guru. Jadi, anak-anak tidak sekolah. Kemudian ada klinik dan puskesmas, tetapi tidak ada petugas medis dan tidak ada obat.

Menurutnya, ada yang salah dengan semuanya ini. “Apanya yang salah dan itu harus diperbaiki. Karena itu, saya harus meluruskan sistem,” katanya.

Sumber : Sinar Harapan

0 komentar:

Posting Komentar